Makalah
Perkembangan Ilmu Teknologi Informasi dan
Komunikasi pada Masa Orde Baru
O
L
E
H
ELITA
Kelas : X TKJ 1
MAPEL
: SEJARAH INDONESIA
SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN
NEGERI 8 PALEMBANG
TAHUN AJARAN 2018/2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
1. Ingin mengetahui tentang
perkembangan ilmu teknologi informasi dan komunikasi pada masa orde baru
2. Orde baru merupakan awal
perkembangan ilmu teknologi
3. Pada masa orde baru
perkembangan teknologi menampakan kemajuan
4. Sejak dimulainya orde baru
teknologi menjadi semakin berkembang di Indonesia
5. Media mulai berkembang
secara pesat di Indonesia pada masa orde baru
B. Tujuan Masalah
1. Menjelaskan hubungan antara
revolusi hijau dengan ilmu pengetahuan teknologi
2. Menjelaskan teknologi
informasi dan komunikasi pada masa orde baru
3. Menjelaskan perkembangan
IPTEK pada masa orde baru
C. Teknik Penulisan
Dalam penyusunan makalah
ini, metode yang kami gunakan untuk mengumpulkan data adalah
Teknik Online
Yaitu mengumpulkan data dengan cara mencari
tahu tentang obyek wisata tersebut melalui bantuan search engine google maka
kita akan menemukan banyak sekali postingan tentang obyek wisata yang kita cari
tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sistem Informasi dan Komunikasi pada Masa Orde Baru
Teknologi informasi merupakan gabungan antara
teknologi perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak
(software). Pengembangan teknologi hardware cenderung menuju ukuran
yang kecil dengan kemampuan serta kapasitas yang tinggi.
Namun diupayakan harga yang relatif semakin murah. Perkembangan teknologi
informasi dapat meningkatkan kinerja dan memungkinkan berbagai kegiatan dapat
dilaksanakan dengan cepat, tepat dan akurat sehingga dapat meningkatkan
produktivitas kerja. Perkembangan teknologi informasi telah memunculkan
berbagai jenis kegiatan yang berbasis pada teknologi, seperti : e-government,
e- commerce, e-education, e-medicine, e-laboratory, dan lainnya, yang
kesemuanya itu berbasiskan elektronika.
Teknologi Informasi adalah suatu teknologi
yang digunakan untuk mengolah data, meliputi : memproses, mendapatkan,
menyusun, menyimpan, memanipulasi data dengan berbagai cara untuk menghasilkan
informasi yang berkualitas. Informasi yang dibutuhkan akan relevan, akurat, dan
tepat waktu, yang digunakan untuk keperluan pribadi, bisnis, dan pemerintahan
yang strategis untuk pengambilan keputusan. Teknologi ini menggunakan
seperangkat komputer untuk mengolah data, sistem jaringan untuk menghubungkan
satu komputer dengan komputer yang lainnya sesuai dengan kebutuhan.
Dengan ditunjang
teknologi informasi telekomunikasi data dapat disebar dan diakses
secara global. Peran yang dapat diberikan oleh aplikasi teknologi informasi ini
adalah mendapatkan informasi untuk kehidupan pribadi seperti informasi tentang
kesehatan, hobi, rekreasi, dan rohani. Kemudian untuk profesi seperti sains,
teknologi, perdagangan, berita bisnis, dan asosiasi profesi. Sarana kerjasama
antara pribadi atau kelompok yang satu dengan pribadi atau kelompok yang
lainnya tanpa mengenal batas jarak dan waktu, negara, ras, kelas ekonomi,
ideologi atau faktor lainnya yang dapat menghambat bertukar pikiran.
Perkembangan teknologi informasi memacu suatu cara baru dalam
kehidupan, dari kehidupan itu dimulai sampai dengan berakhir, kehidupan seperti
ini dikenal dengan e-life, artinya kehidupan ini sudah dipengaruhi oleh
berbagai kebutuhan secara elektronik. Sehingga sekarang sedang semarak dengan
berbagai terminologi yang dimulai dengan awalan e seperti e-commerce,
e-government, e-education, e-library, e-journal, e-medicine, e-laboratory,
e-biodiversitiy, dan yang lainnya lagi yang berbasis elektronika.
Ekonomi global juga mengikuti evoluasi dari
agraris dengan ciri utama tanah merupakan faktor produksi yang paling dominan.
Melalui penemuan mesin uap, ekonomi global ber-evolusi ke arah ekonomi industri
dengan ciri utama modal sebagai faktor produksi yang paling penting. Abad
sekarang, cenderung manusia menduduki tempat sentral dalam proses produksi
berdasar pada pengetahuan (knowledge based) dan berfokus pada informasi
(information focused). Telekomunikasi dan informatika memegang peranan sebagai
teknologi kunci (enabler technology). Perkembangan
teknologi informasi yang begitu pesat, memungkinkan diterapkannya
cara-cara yang lebih efisien untuk produksi, distribusi, dan konsumsi barang
dan jasa. Proses inilah yang membawa manusia ke dalam masyarakat atau ekonomi
informasi sering disebut sebagai masyarakat pasca industri. Pada era informasi
ini, jarak fisik atau jarak geografis tidak lagi menjadi faktor penentu dalam
hubungan antar manusia atau antar lembaga usaha, sehingga dunia ini menjadi
suatu kampung global atau Global Village.
B. Perkembangan Media Komunikasi Massa di
Indonesia
Komunikasi massa dikenal di Indonesia sejak
abad ke-18, tahun 1744 ketika sebuah surat kabar bernama Bataviasche Nouvelles
diterbitkan oleh pengusahaan Belanda. Kemudian terbit Vendu Niews tahun 1776
yang mengutamakan diri pada berita pelelangan. Ketika memasuki abad ke-19,
terbit berbagai surat kabar lainnya yang semuanya diusahakan oleh orang-orang
Belanda untuk para pembaca Belanda dan segelintir kaum pribumi yang mengerti
bahasa Belanda. Kemudian media massa yang dikelola oleh pribumi mulai dengan
terbitnya majalah Bianglala tahun 1854 dan Bomartani 1885, keduanya di
Weltevreden. Selain itu pada tahun 1856 terbit Soerat kabar Bahasa Melajoe di
Surabaya. Umumnya media itu terbit di Jawa. Ini dikarenakan percetakan sebagai
sarana yang sangat vital untuk menerbitkan media hanya ada di Jawa. Itu
sebabnya pers di Sumatera dan pulau-pulau lainnya berkembang belakangan. Di
Padang misalnya muncul terbit pertama kalinya Pelita Kecil tahun 1882 dan
Partja Barat tahun 1892. Kaum pribumi kemudian mulai banyak menerbitkan media
sendiri pada abad ke-20.
Setelah kemerdekaan, kehidupan pers ikut
menikmati kemerdekaan dengan bebas dari berbagai tekanan. Media pun bermunculan
seperti cendawan di musim hujan. Seperti di Jakarta terbit Merdeka pada 1
Oktober 1945, di Yogyakarta terbit Kedaulatan Rakya tahun 1945, di Surabaya
terbit Jawa Pos tahun 1949 dan Surabaya Pos tahun 1953. Tetapi suasan bebas ini
hanya berlangsung selama masa Demokrasi Liberal (1945-1959). Setelah itu muncul
Demokrasi terpimpin (1959-1965), pada masa ini banyak pembatasan terhadap
kehidupan pers, kerenanya pers Indonesia pada masa itu boleh disebut sebagai
pers otoriter. Kemudian pers di Indonesia kembali sedikit menerima udara bebas
pada masa Orde Baru lahir tahun 1966 dan keadaan ini berlangsung hingga tahun
1974. Hal ini terlihat dengan terbitnya kembali sejumlah surat kabar yang pada
masa Demokrasi Terpimpin pernah di berdel, yaitu Merdeka (Juni 1966), Berita
Indonesia (Mei 1966), Indonesia Observer (September 1966), Nusantara (Maret
1967), Indonesia Raya (Oktober 1968), Pedoman (November 1968) dan Abadi
(Desember 1968).
Pada masa Orde Baru pers Indonesia disebut
sebagai pers pancasila, cirinya adalah bebas dan bertanggungjawab. Di mana
selanjutnya mendapat penegasan dari Tap MPR No.IV/1973 dan Tap MPR No.III/1983
agar pers di Indonesia dijadikan sebagai pers sehat, yaitu pers yang
menjalankan fungsinya sebagai penyebar infomasi yang objektif, menyalukan
aspirasi rakyat serta memperluas komunikasi dan partisipasi rakyat.
Aturan yang menindas pers itu terus
dilestarikan pada era Soeharto, represi sudah dijalankan bahkan sejak pada awal
era Orde Baru yang menjanjikan keterbukaan. Sejumlah Koran menjadi korban,
antara lain majalah Sendi terjerat delik pers, pada 1972, karena memuat tulisan
yang dianggap menghina Kepala Negara dan keluarga. Surat ijin terbit Sendi
dicabut, pemimpin redaksi-nya dituntut di pengadilan. Setahun kemudian, 1973,
Sinar Harapan, dilarang terbit seminggu karena dianggap membocorkan rahasia
negara akibat menyiarkan Rencana Anggaran Belanja yang belum dibicarakan di
parlemen.
Pengekangan terhadap pers kembali terjadi
pada 1978, berkaitan dengan maraknya aksi mahasiswa menentang pencalonan
Soeharto sebagai presiden. Sebanyak tujuh surat kabar di Jakarta (Kompas, Sinar
Harapan, Merdeka, Pelita, The Indonesian Times, Sinar Pagi dan Pos Sore)
dibekukan penerbitannya untuk sementara waktu hanya melalui telepon, dan
diijinkan terbit kembali setelah masing-masing pemilik Koran tersebut meminta
maaf kepada pemimpin nasional (Soeharto).
Pada era Soeharto terdapat tiga faktor utama
penghambat kebebasan pers dan arus informasi: adanya sistem perizinan terhadap
pers (SIUPP), adanya wadah tunggal organisasi pers dan wartawan, serta praktek
intimidasi dan sensor terhadap pers. Faktor-faktor itulah yang telah berhasil
menghambat arus informasi dan memandulkan potensi pers untuk menjadi lembaga
kontrol.
Jatuhnya Soeharto ternyata tidak dengan
sendirinya mengakhiri berbagai persoalan. Periode transisi, di era Presiden
Habibie berlanjut ke Presiden Abdurrahman Wahid, suasana keterbukaan justru
memunculkan berbagai persoalan baru yang lebih kompleks, tidak sekadar
hitam-putih.
Rezim Habibie, tidak punya pilihan lain,
selain harus melakukan liberalisasi dan itu pun bukan tanpa ancaman. Era
Abdurrahman Wahid memperlihatkan kesungguhan untuk mengadopsi kebebasan pers,
namun masih harus ditunggu sejauh mana keseriusan rezim Gus Dur-Megawati
menegakkan kebebasan pers, mengingat basis pendukung dua pemimpin ini (Banser
NU dan Satgas PDI Perjuangan) kini terbukti cenderung merongrong kebebasan pers
melalui aksi-aksi intimidasi terhadap pers. Ancaman terhadap kebebasan pers
yang semula datang dari pemerintah melalui berbagai aturan represif, beralih
wujud melalui tekanan massa serta ancaman internal: tumbuhnya penerbitan pers
yang sensational dan tidak mengindahkan etika.
Departemen Penerangan, lembaga kontrol yang
dua dasawarsa lebih menjadi hantu pencabut nyawa bagi Pers, dibubarkan oleh
Presiden Abdurrahman Wahid, pada Oktober 1999. Presiden Wahid yang baru
terpilih itu menegaskan, informasi adalah urusan masyarakat, bukan lagi menjadi
urusan pemerintah. Pembubaran Departemen Penerangan menandai hilangnya kontrol
negara, selanjutnya siapa mengontrol pers? Babak baru perkembangan pers
Indonesia sedang berlangsung, belum ketahuan ke mana arahnya, banyak catatan
sejarah pers di Indonesia berada pada titik rekaman tekanan dan intimidasi.
Pers Indonesia terperangkap dalam ranjau-ranjau peraturan dan sensor yang
dipasang pemerintah. Pengalaman di Indonesia, kebebasan itu seakan-akan
merupakan berkah atau hadiah dari penguasa baru yang muncul menggantikan
penguasa otoriter sebelumnya. Kebebasan pers setelah masa reformasi membawa
peluang besar bagi kelompok pengusaha.
Era reformasi telah membuka kesempatan bagi
pers Indonesia untuk mengekplorasi kebebasan. Dampak yang kemudian terlihat,
kebebasan itu untuk sebagian media, bukannya diekplorasi melainkan
dieksploitasi. Sejumlah kebingungan dan kejengkelan terhadap kebebasan pers di
era reformasi ini bisa dipahami. Kini media bebas untuk mengumbar sensasi,
informasi yang diedarkan adalah yang bernilai jual tinggi, dikemas dengan gaya
sensasi. Akibat ketiadaan otoritas yang memiliki kewenangan untuk menegur atau
menindak pers, maka “publik” kemudian menjalankan aksi menghukum pers sesuai
tolok ukur mereka sendiri.
Era reformasi kini telah memproduksi media
massa berorientasi populis, mengangkat soal-soal yang digunjingkan masyarakat.
Akibatnya seringkali media massa menyebarkan informasi yang sebenarnya
berkualifikasi isu, rumor bahkan dugaan-dugaan (hingga cacian dan hujatan).
Pada ekstrim yang lain terdapat pula pers yang diterbitkan untuk tujuan
politis: mempengaruhi dan membujuk pembacanya agar sepakat dan ikut dengan
ideologi dan tujuan politisnya, atau bahkan menyerang dan membungkam pihak
lawan.
Media massa sebagai penyalur informasi
mengemas apapun yang bisa diinformasikan, asalkan itu menyenangkan dan sedang
menjadi gunjingan publik. Gaya media semacam ini kemudian mendapat reaksi
sepadan dari kelompok masyarakat tertentu yang cenderung radikal dan tertutup,
atau kelompok-kelompok yang mengklaim kebenaran sebagai milik mereka. Jika
pemberitaan media tidak menyenangkan pihaknya atau kelompoknya, maka jalan
pintasnya adalah melabrak dan mengancam yang ternyata memang terbukti sangat
efektif bahkan sampai pada masa Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono
kondisi komunikasi massa di Indonesia tampak jauh lebih baik dari sisi
penyajiannya, namun sampai saat ini banyak materi-materi yang disajikan,
menyimpang dari apa yang dicita-citakan. Hal ini ditandai dengan semakin
banyaknya media cetak maupun elektronik hadir dikalangan masyarakat, yang
orientasinya lebih kepada meraut keuntungan dunia usaha
##Hapus
kalimat yang diawali dengan tanda pagar ini, by Asri Septiya Utama##
C. System Komunikasi Satelit Domestic (SKSD) Palapa
Dalam pembangunan ilmu pengetahuan dan
tekhnologi di Indonesia dilakukan pembangunan system komunikasi satelit
domestic (SKSD) untuk keperluan komunikasi. Pembangunan satelit itu dimulai
tahun 1975 dan selesai tahun 1976. Satelit itu diberi nama palapa yang diambil
dari sumpah mahapatih gajah mada untuk menyatukan nusantara. SKSD Palapa
merupakan suatu system satelit komunikasi yang dikendalikan oleh system
pengendali yang ada di bumi, yang mempunyai fungsi sebagai sarana dalam
berbagai aktivitas komunikasi.
Satelit komunikasi mempunyai masa kerja
tertentu, satelit yang masa kerjanya sudah habis harus diganti dengan satelit
generasi baru. Generasi pertama dari SKSD Palapa adalah Palapa A-1 yang
diluncurkan pada tanggal 18 juli 1976. Berturut-turut dari generasi satelit
yang diluncurkan adalah
- Palapa A-2 (10 Maret 1977).
- Palapa B-1 (19 Juni 1983).
- Palapa B-2 (6 February 1984).
- Palapa B-2P ( 20 Maret 1987).
- Palapa B-2R (20 Maret 1990).
- Palapa B-4 (7 Mei 1992).
- Palapa C-1 (February 1996).
- Palapa C-2 yang diluncuran pada tanggal 16 mei 1966.
- Sekarang ini, kita juga mengenal satelit komunikasi
yang lain yakni telkomsel-1 dan garuda-1.
Jangkauan dari satelit palapa C-2 meliputi
wilayah dari Irian sampai Vladiwostok (Rusia) dan dari Australia sampai
selandia baru. Melalui SKSD Palapa, hubungan komunikasi antar daerah dan
antarnegara menjadi lebih mudah. System komunikasi tersebut memungkinkan bangsa
Indonesia mengetahui berbagai informasi yang disajikan melalui televise secara
cepat.
D. Radio
Radio siaran pertama di Indonesia (waktu itu
bernama Nederlands Indie-Hindia Belanda), ialah Bataviase radio siaran
Vereniging (BRV) di Batavia (Jakarta tempo dulu) yang resminya didirikan pada
tanggal 16 juni 1925 pada saat Indonesia masih dijajah Belanda dan berstatus
swasta. Setelah BRV berdiri secara serempak berdiri pula badan-badan radio
siaran lainnya di kota Yogyakarta, Surakarta, Semarang, Surabaya dan yang
paling terbesar dan terlengkap adalah radio NIROM (Nederlandsch Indische Radio
Omroep Mij) di Jakarta, Bandung, dan Medan, karena mendapat bantuan dari
pemerintah Hindia Belanda. Sebagai pelopor timbulnya radio siaran usaha bangsa
Indonesia adalah Solosche Radio Vereniging (SRV) yang didirikan di kota Solo
pada tanggal 1 April 1933 oleh Mangkuneoro VII dan Ir. Sarsito Mangunkusumo.
Ketika Belanda menyerah pada Jepang tanggal 8
Maret 1942, sebagai konsekuensinya, radio siaran yang tadinya berstatus
perkumpulan swasta dinonaktifkan dan diurus oleh jawatan khusus bernama Hoso
Kanri Kyoku, merupakan pusat radio siaran yang berkedudukan di Jakarta, serta
mempunyai cabang-cabang yang bernama Hoso Kyoku di Bandung, Purwakarta,
Yogyakarta, Surakarta, Semarang, Surabaya, dan Malang. Rakyat Indonesia pada
masa ini hanya boleh mendengarkan siaran Hoso Kyosu saja. Namun demikian di
kalangan pemuda terdapat beberapa orang dengan risiko kehilangan jiwa, secara
sembunyi-sembunyi mendengarkan siaran luar negeri, sehingga mereka dapat
mengetahui bahwa pada 14 Agustus 1945 Jepang telah menyerah kepada sekutu.
Dengan demikian, ketika Bung Karno dan Bung
Hatta memproklamirkan kemerdekaan Indonesia, tidak dapat disiarkan langsung
melalui radio siaran karena radio siaran masih dikuasai oleh Jepang. Teks
proklamasi kemerdekaan Indonesia baru dapat disiarkan dalam bahasa Indonesia
dan Inggris pukul 19.00 WIB namun hanya dapat didengaroleh penduduk disekitar
Jakarta. Baru pada tanggal 18 Agustus 1945, naskah bersejarah itu dapat
dikumandangkan kelluar batas tanah air dengan risiko petugasnya diberondong
senjata serdadu Jepang. Tak lama kemudian dibuat pemancar gelap dan berhasil
berkumandang di udara radio siaran dengan station call”Radio Indonesia
Merdeka”. Dari sinilah Wakil Presiden Mohammad Hatta dan pimpinan lainnya
menyampaikan pidato melalui radio siaran yang ditujukan kepada rakyat
Indonesia.
Pada tanggal 11 September 1945 diperoleh
kesepakatan dari hasil pertemuan antara para pemimpin radio siaran untuk
mendirikan sebuah organisasi radio siaran. Tanggal 11 September itu menjadi
hari ulang tahun RRI (Radio Republik Indonesia).
Sampe akhir tahun 1966 RRI adalah
satu-satunya radio siaran di Indonesia yang dikuasai dan dimiliki oleh
pemerintah. Peran dan fungsi radio siaran ditingkatkan. Selain berfungsi
sebagai media informasi dan hiburan, pada masa orde baru, radio siaran melalui
RRI menyajikan acara pendidikan persuasi. Acara pendidikan yang berhasil adalah
“Siaran Pedesaan” yang mulai diudarakan pada bulan September 1969 oleh stasiun
RRI Regional. Selanjutnya, stasiun RRI Regional juga membantu menginformasikan
program-program pemerintah, seperti Keluarga Berencana, transmigrasi,
kebersihan lingkungan, imunisasi ibu hamil dan balita. Sejalan dengan
perkembangan social budaya serta teknologi, maka bermunculan beberapa radio
siaran amatir yang diusahakan oleh perorangan. Keadaan ini tidak dapat
dihindari, namun perlu ditertibkan. Pemerintah kemudian mengeluarkan Peraturan
Pemerintah No.55 Tahun 1970 tentang Radio Siaran Non Pemerintah. Karena jumlah
radio siaran swasta niaga semakin lama semakin banyak, serta fungsi dan
kedudukannya penting bagi masyarakat, maka pada tahun 1974 stasiun-stasiun
radio siaran swasta niaga berhimpun dalam wadah yang dinamakan Persatuan Radio
siaran Swasta Niaga Indonesia (PRSSNI).
E. Televisi
Kegiatan penyiaran televisi di Indonesia
dimulai pada tanggal 24 Agustus 1962, bertepatan dengan berlangsungnya pesta
olahraga se- Asia IV atau Asean Games di Senayan. Sejak itu pula Televisi republik
Indonesia (TVRI) dipergunakan sebagai panggilan stasiun (station call) sampai
sekarang (Effendy, pada Komala, dalam Karlinah, dkk. 1999) Selama tahun
1962-1963 TVRI berada di udara rata-rata satu jam sehari dengan segala
kesederhanaannya.
Sejalan dengan kepentingan pemerintah dan
keinginan rakyat Indonesia yang tersebar diberbagai wilayang agar dapat
menerima siaran televise, maka pada tanggal 6 Agustus 1976, Presiden Soeharto
meresmikan penggunaan satelit Palapa untuk telekomunikasi dan siaran televisi.
Dalam perkembangannya satelit Palapa A selanjutnya Satelit Palapa B, Palapa
B-2, Palapa B2P dan Palapa B-4 diluncurkan tahun 1992 (Effendy, pada Komala,
dalam Karlinah, dkk. 1999).
TVRI yang berada di bawah, Departemen
Penerangan, kini siarannya sudah dapat menjangkau hampir seluruh rakyat
Indonesia yang berjumlah 200 juta jiwa. Sejak tahun 1989 TVRI mendapat saingan
televise siaran lainnya, yakni RCTI yang bersifat komersial. Kemudian secara
berturut-turut berdiri stasiun televise swasta lainnya seperti SCTV, TPI, ANTV
, dll.
Meskipun lima stasiun televisi sudah
beroperasi, televise siaran tidaka akan pernah menggeser kedududkan radio
siaran, karena radio siaran memiliki karakteristik tersendiri. Televise siaran
dan rasio siaran, serta media lainnya berperan salaing mengisi. Televise siaran
menggeser radio siaran mungkin dalam hal porsi iklan
BAB III
Penutup
A. Simpulan
Tekhnologi informasi dan komunikasi
berkembang pesat di Indonesia, ini dapat dilihat dari perkembangan media massa
di Indonesia yang semakin pesat, bukan hanya itu tapi perkembangan radi,
satelit domestic, dan juga radio pun berkembang pesat.
B. Saran
Bercermin dari perkembangan teknologi pada
masa orde baru kami dapat menyarankan kepada:
1. Pembaca
Sebaiknya setelah anda membaca isi dari
makalah ini anda mengerti tentang teknologi dan anda diharapkan untuk terus
belajar tentang teknologi agar kita tidak tertinggal dalam bidang teknologi
2. Warga Indonesia
Saya sarankan kepada warga masyarakat Indonesia
untuk terus mengembangkan pengetahuan teknologi agar perkembangan teknologi
Negara Indonesia terus memperoleh kemajuan, atau sebaiknya kita semua terus
berinovasi dibidang teknologi agar kita mendapatkan manfaat dari
inovasi-inovasi baru tersebut.
Daftar Pustaka